Berdasarkan Data P2TP2A Yang Dipaparkan Dalam Seminar GMKI Mimika, Diketahui Angka Kekerasan Seksual Meningkat.

Foto Seminar Kekerasan Seksual Dalam Perspektif Hukum dan Psikologi Yang Dilakukan Oleh Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Kabupaten Mimika di Mels Caffe

TAMBELOPAPUA.COM|TIMIKA, Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam seminar Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Mimika pada Sabtu, 04/03/23 di Mels Caffe, maka diketahui bahwa angka Pelecehan Seksual yang ditangani selama periode 2021-2022 mengalami peningkatan.

Seminar yang bertajuk kekerasan seksual dalam perspektif hukum dan psikologis itu digalakkan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat untuk melakukan advokasi ketika menemukan atau mengetahui kasus kekerasan sosial yang terjadi di masyarakat.

Dalam kegiatan tersebut, Lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) bidang Psikologi, Aryanti Christin. Yoku mengatakan bahwa kasus yang paling menonjol adalah kasus kekerasan seksual pada perempuan, khususnya pada anak. Pada tahun 2021 terdapat 36 kekerasan seksual terhadap perempuan, sedangkan pada periode 2022 ada peningkatan menjadi 44 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

Selain memaparkan jumlah kasus kekerasan seksual, Ia juga menyoroti pemberitaan terkait kronologis secara detail kasus kekerasan seksual, menurutnya pemberitaan tersebut dapat mengganggu kondisi mental dari korban.

“Kami menekankan bahwa jangan diliput kronologinya secara detail karena konsumsi internal lembaga” tuturnya.

Christin mengungkapkan pihak Lembaga P2TP2A mempunyai hubungan yang intens dengan korban yang diadvokasi dan korban biasanya mengakses apakah kasusnya dipublikasikan atau tidak.

Ketika diketahui bahwa kasusnya dipublikasikan maka korban dalam kasus kekerasan seksual terbuat pasti merasa dirugikan sehingga Christin menghimbau kepada wartawan agar ke depannya, jika menemukan kasus seperti ini agar tidak diliput terkait kronologis kasusnya secara detail.

Christin menganjurkan agar lebih baik meliput perkembangan kasus pelaku sehingga korban juga bisa mengetahui perkembangan kasusnya dan puas dengan upaya penegakan hukum yang dilakukan.

Sementara itu, Praktisi Hukum, Yunita Inoriti Koy menjelaskan bahwa UU Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tindam Pidana Kekerasan Seksual yang baru hanya untuk mempertegas UU sebelumnya, di mana pada pasal-pasal yang belum menegaskan terkait penanganan korban telah dicakup dalam UU yang baru. Perlu diketahui bahwa pada UU TPKS tersebut tidak dijelaskan bahwa yang menjadi korban itu hanya perempuan saja tetapi siapa saja bisa menjadi korban, baik perempuan maupun laki-laki.

Lanjut Yunita menjelaskan bahwa kekerasan bukan saja terjadi pada perempuan dan laki-laki dewasa namun anak juga bisa menjadi korban, baik itu anak perempuan maupun anak laki-laki. Pada saat ini lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) lagi marak-maraknya sehingga yang menjadi korban kekerasan seksual bisa laki-laki dan perempuan.

Praktisi Hukum muda itu, menambahkan bahwa Jika menemukan teman atau saudara yang menjadi korban kekerasan seksual, maka jangan dibiarkan tetapi harus dampingi dan berikan pemahaman pada korban untuk bersama sama melapor ke aparat penegak hukum sehingga bisa diproses hukum. Dalam proses pemeriksaan, kasusnya bisa dibedah apakah kasus tersebut tergonglong masuk pelecehan atau kekerasan seksual, apabila kekerasan seksual maka segera dilakukan pemeriksaan visum.

Pewarta : Ochen/ Editor : Yongki

You cannot copy content of this page