Putus Sekolah Dari Yayasan, Orang Tua Siswa Amungme Akan Bawa 212 Anak Jumpai Pimpinan Freeport Minta Solusi Biaya Pendidikan

Orang tua siswa saat bertemu ketua yayasan generasi amungme bangkit.(foto:Emanuel/tambelopapua.com)

TIMIKA| Polemik masalah pendidikan kunjung ter selesaikan, sejumlah anak-anak asli Mimika dari Suku Amungme, kian berada dalam momen krusial.(7/5/2024)

Yayasan Generasi Amungme Bangkit (YGAB) terpaksa mengembalikan sebanyak 70 lebih anak yang diasuh di Asrama Joronep, serta 142 anak yang mengikuti program pendidikan formal dan informal di Taman Baca dan Belajar Joronep di Kwamki Baru. Di rumah baca itu YGAB kerja sama dengan SD Tiga Raja.

Selanjutnya, para orang tua berencana akan membawa 212 orang anak yang dikembalikan oleh YGAB, kepada Direktur & EVP Freeport, Claus Wamafma.

Diketahui Yayasan Generasi Amungme Bangkit (YGAB) telah menandatangani MoU dengan YPMAK untuk menjalankan program pengembangan pendidikan anak dengan biaya dari YPMAK selaku pengelola dana kemitraan Freeport. MoU itu untuk periode waktu 4 tahun mulai dari 2022 sampai 2026.

Perwakilan orang tua siswa, Okto Magal, mengatakan akan membawa persoalan ini program pendidikan anak-anak Amungme kepada pimpinan Freeport, Claus Wamafma.

“Kalau memang yayasan kembalikan anak-anak kami, nanti kami terima dan kami akan antar (anak-anak) ke OB Satu (Kuala Kencana) untuk kembalikan anak-anak kepada Claus Wamafma. Mau diapakan selanjutnya anak-anak kami, kira-kira bisa kah tidak Freepot biayai anak-anak ini? 212 anak akan kami antar ke OB satu,” sebut Okto.

Disis lain salah satu orang tua yakni Opana Uamang  mengatakan, pihaknya sebagai pemegang hak ulayat adat di tanah yang menjadi tempat operasi pertambangan Freeport harus mendapat perhatian, apalagi ini menyangkut masa depan anak-anak.

“Kami senang ada yayasan ini. Yayasan YGAB ini sedang mendidik anak-anak kami yang sedang maju, sedang bertumbuh. Tapi ternyata. kami kaget Bapak John bilang mau kembalikan anak-anak ini,”ungkap opana uamang.

“Nah, kalau memang demikian, maka kami sepakat kalau Freeport itu tutup kalau kamu tidak bangun kita,” disambut tepuk tangan orang tua lainnya.

Lanjut salah satu Tokoh Masyarakat Tsinga Yakobus Magal, mengatakan perhatian dari Freeport terhadap masyarakat asli pemilik gunung, belum maksimal. Hal ini ditandai dengan masih adanya keluhan mengenai kebutuhan warga yang seharusnya diperhatikan perusahaan.

“Ini tidak hargai yang punya tanah, kita yang punya gunung tambang emas ini. Manfaat dana 1 persen ini harus diberikan untuk orang yang terkena dampak. Sebenarnya dana ini ada untuk membangun kami, untuk menyekolahkan kami, tapi itu tidak terjadi hari ini,” keluhnya.

Yakobus membandingan manfaat program antara LPMAK dan YPMAK. Menurutnya saat masih menjadi ‘lembaga’ manfaat dana 1 persen lebih dirasakan warga Amungme, dari pada saat sekarang menjadi ‘yayasan’.
Kini ia menuntut agar organisasi pengelola dana kemitraan Freepor itu dikembali menjadi lembaga atau LPMAK.

“Waktu jaman LPMAK kami masih punya Lemasa dan Lemasko yang ada masih punya peran dan kuasa untuk memutuskan atas dana ini. Tapi sekarang jadi YPMAK ini. betul-betul kami tidak merasakan manfaat sosialnya,”

“Kembalikan kepada lembaga, supaya kita merasakan manfaatnya,” tegas Yakobus.

Emanuel Beanal yang juga tokoh masyarakat, mengungkapkan kekecewaannya bila program pendidikan bagi anak-anak Amungme ini sampai diberhentikan.

“Kalau sampai Yayasan Amungme Bangkit mengembalikan anak-anak kami, berarti Amdal juga tidak ada, Freeport juga tidak ada, Inalum tidak ada, karena tidak beri manfaat buat kami,”

“Kalau asrama dan sekolah ini tutup, semua harus tutup, tidak ada lagi operasi tambang,” ungkapnya.

Sementara Ketua YGAB, Menuel John Magal dalam penjelasannya mengatakan, pihaknya mengembalian anak-anak ini kepada para orang tua lantaran pihaknya terkendala masalah pembiayaan, yang seharusnya mendapat support dari YPMAK dan Freeport sesuai MoU kesepakatan.

“Selain di Asrama Joronep, kami juga mendidik anak-anak di luar asrama sekitar 142 siswa di Kwamki Baru, ada sekolah formal dan informal, yang akan terkena dampak (keterlambatan pendanaan),” sebut John Magal.


Menurutnya, belum mengetahui pasti soal keterlambatan transfer dana karena semakin menjadi-jadi. Tahun 2023 kemarin YGAB hanya mendapat kucuran dana sebesar 25 persen dari total jumlah dalam kesepakatan.

Di tahun 2024 ini sama sekali dana belum disalurkan, padahal dalam kontrak tertera bahwa dana masuk pada bulan Januari dan Juli, sementara pelaporan keuangan pertanggungjawaban dibuat YGAB di bulan Juni dan Desember.

“Keterlambatan bukan hanya kali ini, tapi sudah sering. Tahun kemarin cuma 25 persen yang dibantu. Kami bertahan sampai hari ini. Tahun ini tidak ada budget yang ditransfer sampai bulan Mei ini,” ungkapnya.

Terhadap kewajiban pelaporan, John Magal mengaku pihaknya selalu menjalaninya tepat waktu dan lengkap. Kini pihaknya sudah tidak berdaya lagi sehingga hanya bisa mengembalikan anak-anak kepada masing-masing orang tuanya.

“Sebelumnya dana selalu terlambat tapi kami berusaha untuk menyediakan kebutuhan anak-anak. Untuk kali ini kita tidak bisa bertahan lagi. Makanya kami undang orang tua untuk kami buka keadaan yang yayasan kami hadapi,” tandas Menuel John Magal. (red)

You cannot copy content of this page